Kamis, 24 November 2011

makalah etika moral dan akhlak


   
MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TEMA
ETIKA MORAL DAN AKHLAK
DALAM ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)






Disusun Oleh :
1.    Erla Pramana                    ( 32 11 1045 )
2.    Aji  Nurwakhit                  (32 11 1036 )
Teknik Informatika 1 C
Semester I
POLITEKNIK SAWUNGALIH AJI
PURWOREJO
2011




Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji  syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya.Sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah dengan judul “ETIKA MORAL DAN AKHLAK ” sebagai tugas mata kuliah Agama.
Dalam penulisan makalah ini kami bayak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.Pada kesempatan ini ,kami tidak lupa mngucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnnya kepada:
1.      Bapak H.Mulyadi selaku direktur Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo.                                                                                                                                                                                    
2.      Bapak Nasrudin selaku guru mata kuliah agama.
3.      Orang tua kami yang telah memberikan bantuan materiil dan spirtual.
4.      Teman-teman kami di Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo umumnya dan kelas TIC khususnya atas segala bantuannya.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo khususnya kelas TI 1 C. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini.
Dengan makalah ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca pada umumnya.

Purworejo, 5 November 2011



DAFTAR ISI








A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi pentingnya
etika, moral dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun   yang   buruk   dalam   hubungannya   dengan   Khaliq   atau   dengan   sesama  makhluk.
Rasulullah saw bersabda:
 “   Sesungguhnya   hamba   yang   paling   dicintai   Allah   ialah   yang   paling   baik   akhlaknya”.
Pada makalah  ini kami  akan memaparkan pengertian secara umum etika,  moral  dan akhlak.
Namun sebelum kami memaparkan secara lebih detail mengenai etika, moral dan akhlak  kami
akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai latar belakang dan tujuan pembuatan makalah ini
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan “ETIKA MORAL DAN AKHLAK ”, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini.
1.Bagaimana konsep Etika, Moral, dan Akhlak ?
2.Bagaimana hubungan Tasawuf dengan Akhlak ?
      C. Tujuan
Tujuan Umum
a)      Diharapkan   baik  penyusun   maupun   pembaca   dapat   lebih   memahami   dan
menerapkan perihal Etika, Moral dan Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
baik   penyusun   maupun   pembaca   dapat   menjadi   contoh   yang   baik   bagi
lingkungannya.
b)      Menjelaskan tentang konsep Etika Moral dan Akhlak.
c)      .Menjelaskan hubungan antara Tasawuf dengan Akhlak

Tujuan Khusus
d)     Melengkapi uji kompentensi mata kuliah Agama Islam.



PEMBAHASAN
Etika, Moral Dan Akhlak


1. Pengertian
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika
menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan
mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran.
2. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-Hari
a)      Etika Berbeda Pendapat
Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda
pendapat.
Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan
Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya:
"Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa: 59).
Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak
menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan
cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan
kepadanya dengan tafsiran yang baik.
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali
sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang. Berlapang dada di
dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang
yang dialamatkan kepada anda.
Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan
fitnah.
Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantahmembantah
dan kasar menghadapi lawan.

b)     Etika Bercanda
Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah
rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orangorang
yang memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam ,
yang ahli baca al-Qur`an yang artimya: "Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab:
"Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?". Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah
beriman". (At-Taubah: 65-66).
Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta.
Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya
orang lain tertawa. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang
banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai
hasan oleh Al-Albani).
Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah
seorang di antara manusia. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu
hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat
temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya". (HR. Ahmad dan
Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani).
Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau
terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau
terhadap perempuan yang bukan mahrammu.
Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan
jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.

c)      Etika Bergaul dengan orang lain
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka
cacat.
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka,
lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka
diberi hak dan dihargai.
Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah
keadaan mereka.
Bersikap tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau
takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
 “Tidak akan masuk jannah (surga) barang siapa di dalam hatinya terdapat
setitik kesombongan. Ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya orang itu
menyukai pakaian yang bagus, sandal yang bagus.” Maka Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu indah menyukai keindahan, sombong itu adalah
menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah
kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya,
dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan bantahmembantah
dengan mereka.

d)     Etika Bertamu
(1) Untuk orang yang mengundang:
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu
bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan
makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan
mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah),
karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.”
(Muttafaq’ alaih).
Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoyafoya,
akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat. Tidak memaksa-maksakan
diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia
menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami
dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah
kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian
itu berarti menghormatinya.
Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu
selesai menikmati jamuan.
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
(2) Bagi tamu :
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=äzôs? $·?qãç/ uŽöxî öNà6Ï?qãç/ 4_®Lym (#qÝ¡ÎSù'tGó¡n@ (#qßJÏk=|¡è@ur #n?tã $ygÎ=÷dr& 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 öNä3ª=yès9 šcr㍩.xs? ÇËÐÈ


 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah
selain rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, agar kalian (selalu)
ingat.” (An Nuur: 27)
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada
udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan:
“Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia
memenuhinya”. (HR. Muslim).
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan
orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan
pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada
waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa
Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa,
maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak,
tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang
punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya
rumah kaget sebelum semuanya siap.
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa
untuk tinggal lebih dari itu.
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang
terjadi pada tuan rumah.
Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap
hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa
telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan
makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud,
dishahihkan Al-Albani).
“Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka
apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan
orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang
memberi kami minum”.



e)      Etika Buang Hajat
Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera
melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi
kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits
yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan "
Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air
(hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan
tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu
'anhu yang menyatakan demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu
supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan)
kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi,
dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena
terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran
dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk
memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang
bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa salam menyebutkan
bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu
telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan
jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air
besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat".
(Muttafaq'alaih). Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang
membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke
arah kiblat.
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang
bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara
kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia
mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber
dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara
kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia
kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya."
(Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada
dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits
`Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: “Siapa yang telah memberitakan
kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil
berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Etika, Moral dan Akhlak
Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat
badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari
pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber
dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah
suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh
daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku
mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang
bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa
sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi),
namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan
disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari
Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami
dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci)
dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan
menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim). Dan Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan
batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan”.
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan
kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik
Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan
betina". Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :
"Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang
bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air
yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah.
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

f)       Etika Di Jalan
Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat
berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah
dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya:
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri".
(Luqman: 18).
Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Katakanlah kepada orang lakilaki
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 “Seseorang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan kaki,
yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk, kelompok sedikit
memberi salam kepada kelompok yang banyak.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim)

Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan
manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang
dijadikan tempat mereka bernaung.
Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan
berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah
bersyukur kepadanya dan mengampuni dosanya..." Di dalam suatu riwayat
disebutkan: maka Allah memasukkannya ke surga". (Muttafaq'alaih).
Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya
wajib, karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Ada lima
perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya- diantaranya:
menjawab salam". (Muttafaq alaih).
Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim,
masing-masing sesuai kemampuannya.
Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada
orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta
membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: "Setiap
persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah...dan disebutkan
diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan
membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan
barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan
jalan adalah sedekah...." (Muttafaq alaih).
Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah
melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda
kepada wanita: "Meminggirlah kalian, kalain tidak layak memenuhi jalan,
hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih
oleh Al-Albani).
Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai
dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam
tolong-menolong di dalam kebajikan.

g)      Etika Jenazah dan Ta'ziah
Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban
keluarganya dan sebagai rasa belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Segeralah (di dalam mengurus)
jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka kebaikanlah yang kamu berikan
kepadanya; dan jika sebaliknya, maka keburukan-lah yang kamu lepaskan dari
pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak merobekrobek
baju. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Bukan golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya dan merobek-robek
bajunya, dan menyerukan kepada seruan jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari).
Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersada: “Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga
menshalatkannya, maka baginya (pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya dua qirath”. Nabi
ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi menjawab: “Seperti dua
gunung yang sangat besar”. (Muttafaq’alaih).
Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut kebaikankebaikannya
dan tidak mencoba untuk menjelek-jelekkannya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:”Janganlah kamu mencaci-maki orangorang
yang telah mati, karena mereka telah sampai kepada apa yang telah
mereka perbuat”. (HR. Al-Bukhari).
Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu pernah berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam apabila selesai mengubur janazah, maka berdiri di atasnya dan
bersabda:”Mohonkan ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada
Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya”. (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Albani).
Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan untuk
mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Buatkanlah
makanan untuk keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang
membuat mereka sibuk”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka
untuk tetap sabar, dan mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik
Allahlah apa yang telah Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan;
dan segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu
bersabar dan mengharap pahala dari-Nya”. (Muttafaq’alaih).

h)     Etika Makan dan Minum
Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Allah Shallallaahu alaihi wa
Sallam berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki
yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik
disini artinya adalah yang halal.
Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan
minummu itu.
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan
begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di
tanganmu.
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan
jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam
haditsnya menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali
tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak,
maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda; “Aku tidak makan
sedangkan aku menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu
Umar Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar
dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan
perak. Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “... dan janganlah kamu minum
dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula
kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk
mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan
diakhiri dengan Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jika lupa menyebut nama Allah Subhanahu wa
Ta'ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa
akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun mengakhirinya
dengan Hamdalah, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang hamba yang apabila
telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila minum minuman ia
pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di
depanmu. Rasulllah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin
Salamah: “Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya.
Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan: “Adalah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari dan ia
menjilatinya sebelum mengelapnya”. (HR. Muslim).
Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang
kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia
mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan
membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits
Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk
yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang
beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa,
maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan
sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang
yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya,
karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka
menjadi malu.
Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis
ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau
mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.
Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik,
seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu
kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada
yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.
Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas
beliau berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir
bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)
Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits
Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).

i)        Etika Memberi Salam
     Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan:

Yang lebih muda memberi salam kepada yang lebih tua.”

Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam
hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku
pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata:
"Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan:
Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya
ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati".
(HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di
dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. “Dan apabila ia
datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR.
Al-Bukhari).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

 “Engkau memberi makan orang miskin dan memberi salam kepada orang yang
kau kenal maupun tidak kau kenal.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam
kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam
kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang
yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam
hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya,
kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits
Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu
(binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami
sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata:
Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak
membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang
yang bangun".(HR. Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan
meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak
keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak
daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu
kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya: " Dan apabila kamu akan
masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang
akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia
mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di
dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat),
karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan
"Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka
Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)
Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber
dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang
dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).
Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :" Janganlah kalian terlebih dahulu
memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim).
Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan
mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam : "Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah:
wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).
Disunnatkan memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang
tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu
disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam : "Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau
memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu
kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).
Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang
lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang
kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya
ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa`ala
abikas salam"
Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena
sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh
jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan
bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah
kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena
sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan".
(HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits
Rasulullah mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu
berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka
berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat
tangan sebelum orang yang dijabat tangani itu melepasnya. Hadits yang
bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: "Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka
Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At-
Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Haram hukumnya mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang kafir,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 “Janganlah kalian memulai (mengucapkan) salam kepada orang-orang Yahudi
dan Nashara.” (HR. Muslim)

Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi
penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada
seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami
berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya
kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu
bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu
bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau.
(HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
#sŒÎ)ur LäêŠÍhãm 7p¨ŠÅstFÎ/ (#qŠyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydrŠâ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. 4n?tã Èe@ä. >äóÓx« $·7ŠÅ¡ym ÇÑÏÈ  
“Apabila kalian disapa dengan suatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (An Nisaa`:
86)
Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di
saat baiat, beliau bersabda: "Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan
kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).



j)       Etika Pergaulan Menurut Islam
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al
Hujurat<49>:13)
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan
bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini.
Tiga kunci utama dalam pergaulan, antara lain :
(1) Ta’aruf
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita
dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua
ciri khas pada diri seseorang.
(2) Tafahum
Memahami, setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua
yang ia sukai dan yang ia benci. Dengan memahami kita dapat memilih dan
memilah siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus
kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat.”Bergaul dengan orang shalih ibarat
bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang
harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat
ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap
besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih
akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga
sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan
membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
(3) Ta’awun
Sikap ta’awun (saling menolong). Islam sangat menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW
telah mengatakan bahwa “Bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli
dengan urusan umat Islam yang lain”.
Al-Ma`idah ayat ke-2 :

Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah
kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Bertaqwa (takut)lah
kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Keras adzab-Nya.”
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan
ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika
kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa
cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan
mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya.

k)     . Etika Di Masjid
Berdo`a di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu
anhu beliau menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
apabila ia keluar (rumah) pergi shalat (di masjid) berdo`a : "Ya Allah,
jadikanlah cahaya di dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah
cahaya pada pendengaranku dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah
cahaya dari belakangku, dan cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari
atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, anugerahilah aku cahaya".
(Muttafaq'alaih).
Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: "Apabila shalat telah diiqamatkan,
maka janganlah kamu datang menujunya dengan berlari, tetapi datanglah
kepadanya dengan berjalan dan memperhatikan ketenangan. Maka apa
(bagian shalat) yang kamu dapati ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah.
(Muttafaq'alaih).
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang masuk
masjid mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam lalu mengucapkan:"(Ya Allah, bukakanlah bagiku
pintu-pintu rahmat-Mu)" Dan bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu
bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca
do`a:"(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon bagian dari karunia-Mu)". (HR.
Muslim).
Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara
kamu masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum duduk". (Muttafaq
alaih).
Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu melihat orang
yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah
"Semoga Allah tidak memberi keuntungan bagimu". Dan apabila kamu melihat
orang yang mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah "Semoga Allah
tidak mengembalikan barangmu yang hilang". (HR. At-Turmudzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah
atau orang yang badannya berbau tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang
merah atau bawang daun, maka jangan sekali-kali mendekat ke masjid kami
ini, karena malaikat merasa terganggu dari apa yang dengan-nya manusia
terganggu". (HR. Muslim). Dan termasuk juga rokok dan bau lain yang tidak
sedap yang keluar dari badan atau pakaian.
Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila tukang adzan telah adzan, maka jangan ada
seorangpun yang keluar sebelum shalat". (HR. Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi orang
yang sholat menaroh batas di depannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Kalau sekiranya orang yang lewat di depan orang yang
sedang sholat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak
empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di depannya". (Muttafaq
alaih).
Tidak menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah kamu menjadikan masjid sebagai jalan, kecuali (sebagai
tempat) untuk berzikir dan shalat". (HR. Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh Al-
Albani).
Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu orang-orang
yang sedang shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang shalat adalah
membiarkan Handphone anda dalam keadaan aktif di saat shalat.
Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke
masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah
seorang di antara kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah
menyentuh farfum". (HR. Muslim).
Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid. Allah
berfirman: "(Dan jangan pula menghampiri masjid), sedang kamu dalam
keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi". (an-Nisa:
43).`Aisyah Radhiallaahu anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda kepadanya: "Ambilkan buat saya kain alas dari
masjid". Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda:
"Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu". (HR. Muslim).

l)        Etika Berbicara
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan
mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara
manusia". (An-Nisa: 114)”.
Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras
dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua
orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya
seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan
Ibnu Majah).
Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah
Radhiallaahu 'anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang
yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim)
Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di
fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di
taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan)
sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa
saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai
hasan oleh Al-Albani)
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu 'anha.
telah menuturkan: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya,
niscaya ia dapat menghitungnya". (Mutta-faq'alaih).
Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Seorang mu'min itu pencela atau pengutuk atau keji
pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di
dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya
manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat
kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan
orang-orang yang mutafaihiqun". Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa
arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. At-
Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12).
Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya,
juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya,
tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada
orang lain untuk berbicara.
Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan
dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya,
karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan
pertentangan.
Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang
yang berbicara. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolokolokan)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolokolokan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan)”. (Al-Hujurat: 11).

m)   Etika Berdo'a
Terlebih dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada Allah kemudian
bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam pernah mendengar seorang lelaki sedang berdo`a di dalam
shalatnya, namun ia tidak memuji kepada Allah dan tidak bershalawat kepada
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam maka Nabi bersabda kepadanya: "Kamu
telah tergesa-gesa wahai orang yang sedang shalat. Apabila anda selesai
shalat, lalu kamu duduk, maka memujilah kepada Allah dengan pujian yang
layak bagi-Nya, dan bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo`alah". (HR. At-
Turmudzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Mengakui dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri) dan
merendahkan diri, khusyu', penuh harapan dan rasa takut kepada Allah di saat
anda berdo`a. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada
Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu`
kepada Kami". (Al-Anbiya': 90).
Berwudhu' sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangan
di saat berdo`a. Di dalam hadits Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu
disebutkan bahwa setelah Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selesai melakukan
perang Hunain :" Beliau minta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua
tangannya; dan aku melihat putih kulit ketiak beliau". (Muttafaq'alaih).
Benar-benar (meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat tekad di dalam
memohon. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu
berdo`a kepada Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam berdo`a, dan
jangan ada seorang kamu yang mengatakan :Jika Engkau menghendaki, maka
berilah aku", karena sesungguhnya Allah itu tidak ada yang dapat
memaksanya". Dan di dalam satu riwayat disebutkan: "Akan tetapi hendaknya
ia bersungguh-sungguh dalam memohon dan membesarkan harapan, karena
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
sesungguhnya Allah tidak merasa berat karena sesuatu yang Dia berikan".
(Muttafaq'alaih).
Menghindari do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan harta. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan sekali-kali kamu mendo`akan
buruk terhadap diri kamu dan juga terhadap anak-anak kamu dan pula
terhadap harta kamu, karena khawatir do`a kamu bertepatan dengan waktu
dimana Allah mengabulkan do`amu". (HR. Muslim).
Merendahkan suara di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kamu, karena
sesungguhnya kamu tidak berdo`a kepada yang tuli dan tidak pula ghaib,
sesungguhnya kamu berdo`a (memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi
Maha Dekat dan Dia selalu menyertai kamu". (HR. Al-Bukhari).
Berkonsentrasi di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Berdo`alah kamu kepada Allah sedangkan kamu dalam keadaan
yakin dikabulkan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak
mengabulkan do`a dari hati yang lalai". (HR. At-Turmudzi dan dihasankan oleh
Al-Albani).
Tidak memaksa bersajak di dalam berdo`a. Ibnu Abbas pernah berkata kepada
`Ikrimah: "Lihatlah sajak dari do`amu, lalu hindarilah ia, karena sesungguhnya
aku memperhatikan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan para
shahabatnya tidak melakukan hal tersebut".(HR. Al-Bukhari).

n)     Etika Membaca Al-qur'an
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan sudah berwudhu,
suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi.
Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal
tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-dian basmalah pada
setiap awal surah selain selain surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya: "Apabila kamu akan mem-baca al-Qur'an, maka
memohon perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan yang
terkutuk". (An-Nahl: 98).
Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan
huruf sesuai dengan makhrajnya serta membacanya dengan tartil (perlahanlahan).
Allah berfirman yang Subhanahu wa Ta'ala artinya: "Dan Bacalah Al-
Qur'an itu dengan perlahan-lahan". (Al-Muzzammil: 4).
Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat
membacanya. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana
bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam (terhadap Al-Qur'an? Anas
menjawab: "Bacaannya panjang (mad), kemudian Nabi membaca
"Bismillahirrahmanirrahim" sambil memanjangkan Bismillahi, dan
memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan ar-rahim". (HR.
Al-Bukhari). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda: "Hiasilah
suara kalian dengan Al-Qur'an". (HR. Abu Daud, dan dishahih-kan oleh Al-
Albani).
Hendaknya membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang
terkandung pada ayat-ayat yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil
memohon surga kepada Allah bila terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung
kepada Allah dari neraka bila terbaca ayat-ayat neraka. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman yang artinya: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." (Shad:
29). Dan di dalam hadits Hudzaifah ia menuturkan: "......Apabila Nabi terbaca
ayat yang mengandung makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan
apabila terbaca ayat yang mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan
apabila terbaca ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah)
beliau memohon perlindungan". (HR. Muslim). Allah berfirman yang artinya:
“Hendaknya mendengarkan bacaan Al-Qur'an dengan baik dan diam, tidak
berbicara”. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan apabila Al-
Qur'an dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu men-dapat rahmat". (Al-A`raf: 204).
Hendaklah selalu menjaga al-Qur'an dan tekun membacanya dan
mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: "Peliharalah Al-Qur'an baik-baik, karena demi Tuhan yang
diriku berada di tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar (mudah lepas) dari pada
unta yang terikat di tali kendalinya". (HR. Al-Bukhari).
Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci. Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman yang artinya: "Tidak akan menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan". (Al-Waqi`ah: 79).
Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur'an dengan tidak menyentuh
mushafnya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat, karena tidak
ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang
hal tersebut.
Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur'an selagi tidak ada unsur yang
negatif, seperti riya atau yang serupa dengannya, atau dapat mengganggu
orang yang sedang shalat, atau orang lain yang juga membaca Al-Qur'an.
Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang
kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit untuk membaca Al-
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Qur'an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring
(tidur)". (HR. Muslim).






Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan
batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik,
buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga
sebagai:
1. prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.
Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah
ditentukan oleh etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi
menjadi dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Moral juga diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral didiatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik
dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku.
Moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan
ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif.
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
(Hardiwardoyo,1990). Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka
norma akan membantu mencari kebaikan moral.
Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang
diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia
bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu
menilai tingkahlaku seseorang.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki
individu atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral.
Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau
gabungan dari beberapa sumber.
Standar moral ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai
konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan,
melebihi kepentingan sendiri, tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan
perasaan bersalah, malu, menyesal, dan lain-lain


Berbicara tentang akhlak berarti berbicara tentang konsep al-Husn dan al- Qubn . menurut Mutazilah al-Husn adalah sesuatu yang menurut akal bernilai baik dan sesuatu yang menurut akal bernilai buruk. Bagi mu’tazilah baik dan buruk itu adalah ukuranya adalah akal manusia. Berbeda dengan mu’tazilah al sunnah berpendapat bahwa yang dapat menentukan baik dan buruk bukan akal tetapi wahyu. Oleh karenanya al sunnah berpendapat bahwa al-Husn adalah sesuatu yang menurut al-Qur’an dan al-Sunnah adalah baik dan al-Qubh adalah yang menurut  al-Qur’an dan al-Sunnah ada.
Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah
Secara rinci kajian akhlak itu meliputi:

Pengertian baik dan buruk
Menerangkan apa yang harus dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainya .
Menjelaskan yang seharusnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat
Menurut Ibnu Miskawih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan- perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran terlebih dahulu.
Sejalan dengan apa yang ungkapkan Ibnu Miskawih,al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran.
Menurut Ibn Arabi, hati manusia bisa jelek dan rusak juga bisa baik dan suci adalah faktor diri . di dalam diri manusia ada tiga nafsu :
1.Nafsu syahwaniyah (nafsu ini ada pada manusia dan ada pada hewan)
Nafsu syahwaniyah adalah nafsu yang cenderung pada kelezatan misal makanan,minuman dan syahwat jasmaniyah misal bersenang-senang dengan perempuan. Kalau nafsu Ini tidak dikendalikan maka manusia tidak ada bedanya dengan binatang.


2.Nafsu al-Ghadabyyah (nafsu ini ada pada manusia dan ada pada hewan)
Nafsu al-Ghadabiyyah yaitu nafsu yang cenderung kepada marah, merusak ambisi, dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih kuat dan berbahaya ketimbang nafsu syahwaniyah bagi pemiliknya jika terkendalikan. Ia cenderung kepada pemarah sangat hiqdu (dengki),tergesa tidak tenang cepat bertindak untuk menaklukkan musuhnya tanpa pertimbangn matang dan rasional.
3..Nafsu al-Nathiqah
Nafsu ini yaitu nafsu yang membedakan antara manusia dan binatang . nafsu yang dengan nafsu ini manusia mampu berzikir mengambil hikmah memahami fenomena alam.dan dengan nafsu ini manusia menjadi agung, besar cita- citanya kagum terhadap dirinya sehingga bersyukur kepada tuhannya.

1.Akhlak kepada Allah,
2.Sesama manusia,

1.      Akhlak kepada Allah
1)      Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
2)      Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
3)      Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
4)      Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
5)      Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.




2.      Akhlak kepada sesama manusia
a)     Akhlak kepada diri sendiri
1)      Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
2)      Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3)      Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain
.b)    Akhlak kepada ibu bapak
Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
c) Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai.
Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga.
Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya
Betapa penting kedudukan akhlak dalam islam. Al-quran bukan hanya memuat ayat-ayat yang spesific berbicara masalah akhlak ,malah setiap ayat yang berbicara mengenai hukum sekalipun.
Salah satu ayat mengenai akhlak terdapat dalam QS 2 (al- baqarah) :197
:
tø:$# ֍ßgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù  ÆÎg`Ïù ¢kptø:$# xxsù y]sùu xwur aqÝ¡èù xwur tA#y0Å_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? `ÏB 9}öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3 (#rß`¨rt s?ur  cÎ*sù u}öyz Ï`#¨ 9$# 3 uqø)­G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya “ haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatya pada bulan itu akan mengerjakan haji maka tidak boleh rafats berbuat fasik danberbantah-bantahan dimassa dalam mengerjakan haji”


D. Hubungan Antara Tasauf Dengan Akhlak
Tasauf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Allah) dengan cara mensucikan diri (tafsiat al-qalbi). Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah dapat melihat tuhan (al-ma’rifah). Dalam tasauf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh hati yang suci.
Menurut Zun-Nun al- Misri,ada tiga macam pengetahuan tentang Tuhan:
a)Pengtetahuan awam:Tuhan satu dengan perantara ucapan syahadat
b)Pengetahuan ulama: tuhan satu menurut logika akal
c)Pengetahuan kaum sufi: tuhan satu dengan perantara hati sanubari.


Pengetahuan yang disebut pertama dan kedua menurut harun nasution,belum merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya masih disebut ilmu pengetahuan dalam arti ketiga lah yang merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan (ma’rifah).
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah. Perhatikan akhlak menurut ilmu tasauf ,harus berawal dan pensucian hati. Persoalan yang mengemuka kemudian adalah bagaimana cara mensucikan hati dalam tasawuf ? Metode tash fiat al-qalb”,dalam pendapat para suci adalah dengan ijtinab al-Manhiyyah (menjauhi larangan tuhan adaa al wajibul) (melaksanakan kewajiban-kewajiban tuhan,adaa al-naafilat (melakukan hal-hal yang disunahkan),dan al-riyadhah. “riyadhah”artinya latihan spiritual sebagai yang diajarkan oleh Rasululah sebab yang mengotori hati manusia adalah kemaksiatan-kemaksiatan yang diperbuat manusia akibat ia lengah dan bujukan nafsu dan godaan setan. Kemaksiatan dapat mengakibatkan hati manusia kotor,kelam dan berkarat sehingga hati tidak berfungsi malah dapat mati.
Kata para sufi,keadaan hati itu ada tiga macam.
Pertama hati yang mati yaitu hatinya orang kafir,kedua hatinya yang hidup yaitu hatinya orang beriman dan ketiga hati yang kadang-kadang hidup dan kadang-kadang mati itulah hati orang-orang fasik dan “munafiq” yang harus diperjuangkan adalah bagaimana cara memperoleh “istiqamah” dalam kehidupannya dan bagaimana cara memperoleh “istiqamah” dalam hati. Hal ini pun bagian dan bahasan ilmu tasawuf.
Berbicara tujuan ilmu akhlak berarti berbicara tujuan islam itu sendiri. Sebab pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran islam secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak,tidaklah cukup iman seseorang hanya dalam bentuk pengakuan apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud dengan akhlak. Tujuan yang hendak dicapai dengan ilmu akhlak adalah kesejahteraan hidup manusia didunia dan kebahagiaan hidup diakhirat.
Indikator manusia berakhlak (husn al-khulq). Kata al-Ghazali,adalah tertanamnya iman dalam hatinya. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’al-khuluq) adalah manusia yang ada”Nifaq” didalam hatinya”Nifaq”artinya sikap mendua terhadap Tuhan. Tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Iman bagaikan akar bagi sebuah tumbuhan. Sebuah pohon tidak akan tumbuh pada akar yang rusak dan kropos. Sebaliknya sebuah pohon akan baik tumbuhnya bahkan berbuah jika akarnya baik. Amal akan bermakna jika berpangkal pada Iman. Demikian juga amal juga tidak bermakna apabila amal tersebut berpangkal pada kemunafikan. Hati orang beriman itu bersih,didalamnya ada pelita yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan malah terbalik. Taat perintah Allah, juga tidak mengikuti keingian sahwat dapat mengliaukan hati sebaliknya melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati. Barang siapa melakukan dosa,hitamlah hatinya dan barang siapa melakukan dosa tetapi menghapusnya dengan kebaikan,tidak akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.

Dengan mengutip beberapa ayat dan hadis,selanjutnya al-Ghazali mengemukakan tanda-tanda manusia berakhlak uraianya sebagai berikut:
1.Manusia beriman adalah manusia yang khusu’ dalam shlatnya
2.Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faidahnya)
3.Selalu kembali kepada Allah
4.Mengabdi hanya kepada Allah
5.Selalu memuji dan mengagungkan Allah
6.Bergetar hatinya jika nama allah disebut-sebut
7.Berjalan dimuka bumi dengan “tawadhu” dan tidak sombong
8.Bersikap “arif” menghadapi orang-orang awam
9.Mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri
10.Menghormati tamu
11.Menghargai dan menghargai tetangga
12.Berbicara selalu baik,santun dan penuh makna
13.Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi persoalan
14.Tidak menyakiti orang lain baik dengan sikap maupun perbuatannya


Dalam akhlak,keutamaan tidaklah cukup dengan hanya mengetahuinya apakah “keutamaan itu”,tetapi harus ditambahkan dengan melatihnya dan terus menerus mengerjakanya atau mencari jalan lain untuk menjadi orang-orang memiliki keutamaan dan kebaikan (ahl al-fadl wa alkhair). Secara singkat al-Ghazali menyebutkan bahwa untuk mencapai akhlak yang baik,ada tiga cara,pertama,akhlak yang merupakan anugerah dan kasih sayang Allah yakni orang yang memiliki akhlak yang baik secara alamiah (bi al-thabi’ah wa al-fitrah),sebagai sesuatu yang diberikan allah kepada sejak ia dilahirkan. Kedua dengan “mujahadah” (menahan diri) dan ketiga dengan “riyadhah” melatih diri secara spiritual dan bentuk “riyadhah “yang disepakati para sufi,sebagai telah dijelaskan antara lain ialah dengan “dwam al-zikr”.
Upaya mengubah kebiasaan yang buruk,menurut Ahmad Amin sebagai yang dikutip ishak solih adalah dengan hal-hal sebagai berikut:
1.Menyadari perbuatan buruk,bertekad untuk meninggalkanya
2.Mencari waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk mewujudkan niat atau tekad semula;
3.Menghidarkan diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk itu terulang
4.Berusaha untuk tetap berada dalam keadan yang baik
5.Menghidarkan diri dari kebiasan yang buruk dan meninggalkannya dengan sekaligus
6.Menjaga dan memelihara baik-baik kekuatan penolak dalam jiwa,yaitu kekuatan penolak terhadap perbuatan yang buruk perbuatan baik dipelihara dengan istiqomah,iklas dan tenang
7.Memilih teman bergaul yangbaik sebab pengaruh kawan itu besar sekali terhadap pembentukan watak pribadi
8.Menyibukan diri dengan pekerjaan yang bermanfaat
Secara substansial akhlak,etika,dan moral adalah sama yaitu ajaran tentang baik dan buruk berkaitan dengan sikap hidup manusia. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah kebenarannya. Akhlak bersumberkan al-Quran dan al-Sunnah,sementara Etika bersumberkan akal karena ia bagian bagian dari filsafat. Sedangkan moral bersumberkan adat istiadat (tradisi) yang berlaku dimasyarakat. Etika lebih bersikap teoritis,moral bersikap praktis,etika bersifat umum. Sedangkan moral lebih bersifat lokal dan khusus. Akhlak bersifat universal dan komprehensif mencakup aspek lahir dan bathin
Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).
























BAB III
PENUTUP



Secara substansial akhlak,etika,dan moral adalah sama yaitu ajaran tentang baik dan buruk berkaitan dengan sikap hidup manusia. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah kebenarannya. Akhlak bersumberkan al-Quran dan al-Sunnah,sementara Etika bersumberkan akal karena ia bagian bagian dari filsafat. Sedangkan moral bersumberkan adat istiadat (tradisi) yang berlaku dimasyarakat. Etika lebih bersikap teoritis,moral bersikap praktis,etika bersifat umum. Sedangkan moral lebih bersifat lokal dan khusus. Akhlak bersifat universal dan komprehensif mencakup aspek lahir dan bathin.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah.


setelah adanya makalah yang mengenai etika,moral dan akhlak. Maka kita tidak seharusnya hanya bisa secara konsep melainkan dengan kita lakukan menerapkan etika,moral dan akhlak dalamkehidupan.





Hukum Islam Pengatur Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.1999
Acep Djuzuli.Fiqih Siasah.Bandung.Sussana Gunung Djati Pers.1990
Al-Attas,M Al-Nuqaib.Islam And Secularism.Kuala Lumpur:Abin 1978
1. Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
2. Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo
Persada, 2004
3. Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988
(artikel ini disadur dari persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)
4. Ghoni Asykur, Abdul. Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Bukhori Muslim. Bandung :
Husaini Bandung, 1992
5. Darsono, T. Ibrahim. Membangun Akidah dan Akhlak, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2008
6. Yazid. Kedudukan As Sunah dalam Syariat Islam Cet III, Bogor : Pustaka At Takwa,
2009
Sumber Website :
1. http://grms.multiply.c om/journal/item/26
2. www.shiar-islam.com
3. http://mubarok-institute.blogspot.com







1 komentar: