MAKALAH MATA KULIAH PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
TEMA
ETIKA MORAL DAN AKHLAK
DALAM ISLAM
Disusun Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Disusun Oleh :
1.
Erla Pramana ( 32 11 1045 )
2.
Aji Nurwakhit (32 11 1036 )
Teknik
Informatika 1 C
Semester I
POLITEKNIK SAWUNGALIH AJI
PURWOREJO
2011
Dengan menyebut
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya bagiNya.
Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada
para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya.Sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah dengan
judul “ETIKA MORAL DAN AKHLAK ”
sebagai tugas mata kuliah Agama.
Dalam penulisan
makalah ini kami bayak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak.Pada kesempatan ini ,kami tidak lupa mngucapkan terima kasih yang
sedalam- dalamnnya kepada:
1.
Bapak H.Mulyadi selaku direktur
Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo.
2.
Bapak Nasrudin selaku guru mata kuliah
agama.
3.
Orang tua kami yang telah memberikan
bantuan materiil dan spirtual.
4.
Teman-teman kami di Politeknik
Sawunggalih Aji Purworejo umumnya dan kelas TIC khususnya atas segala
bantuannya.
Penulis berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Politeknik Sawunggalih Aji
Purworejo khususnya kelas TI 1 C. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
meyempurnakan makalah ini.
Dengan makalah
ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis
serta pembaca pada umumnya.
Purworejo,
5 November 2011
DAFTAR ISI
A.
Latar Belakang
Islam
merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya
etika, moral dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Rasulullah saw bersabda:
etika, moral dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Rasulullah saw bersabda:
“
Sesungguhnya hamba yang paling
dicintai Allah ialah yang
paling baik akhlaknya”.
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian secara umum etika, moral dan akhlak.
Namun sebelum kami memaparkan secara lebih detail mengenai etika, moral dan akhlak kami
akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai latar belakang dan tujuan pembuatan makalah ini
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian secara umum etika, moral dan akhlak.
Namun sebelum kami memaparkan secara lebih detail mengenai etika, moral dan akhlak kami
akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai latar belakang dan tujuan pembuatan makalah ini
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan “ETIKA MORAL DAN AKHLAK ”, maka masalah yang timbul dirumuskan
berikut ini.
1.Bagaimana
konsep Etika, Moral, dan Akhlak ?
2.Bagaimana hubungan Tasawuf dengan Akhlak ?
2.Bagaimana hubungan Tasawuf dengan Akhlak ?
C.
Tujuan
Tujuan Umum
a)
Diharapkan baik
penyusun maupun pembaca dapat
lebih memahami dan
menerapkan perihal Etika, Moral dan Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi
lingkungannya.
menerapkan perihal Etika, Moral dan Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi
lingkungannya.
b)
Menjelaskan tentang konsep Etika Moral
dan Akhlak.
c)
.Menjelaskan hubungan antara Tasawuf
dengan Akhlak
Tujuan
Khusus
d)
Melengkapi uji kompentensi mata kuliah
Agama Islam.
1. Pengertian
Dari segi etimologi (ilmu asal
usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ”ethos”
yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa
menurut filasafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan
mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran.
2. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-Hari
a) Etika
Berbeda Pendapat
▪
Ikhlas
dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda
pendapat.
▪
Juga
menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu.
▪
Mengembalikan
perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur'an dan
Sunnah. Karena Allah Subhaanahu
wa Ta'ala telah berfirman yang artinya:
"Dan jika kamu berselisih
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Kitab) dan
Rasul". (An-Nisa: 59).
▪
Berbaik
sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak
menuduh buruk niatnya, mencela
dan menganggapnya cacat.
▪
Sebisa
mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan
cara menafsirkan pendapat yang
keluar dari lawan atau yang dinisbatkan
kepadanya dengan tafsiran yang
baik.
▪
Berusaha
sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali
sesudah penelitian yang dalam dan
difikirkan secara matang. Berlapang dada di
dalam menerima kritikan yang
ditujukan kepada anda atau catatan-catatang
yang dialamatkan kepada anda.
▪
Sedapat
mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan
fitnah.
▪
Berpegang
teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantahmembantah
dan kasar menghadapi lawan.
b) Etika
Bercanda
▪
Hendaknya
percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah
rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar
Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orangorang
yang memperolok-olokan shahabat
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam ,
yang ahli baca al-Qur`an yang
artimya: "Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka
lakukan), tentulah mereka menjawab:
"Sesungguh-nya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?". Tidak usah
kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah
beriman". (At-Taubah:
65-66).
▪
Hendaknya
percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta.
▪
Dan
hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya
orang lain tertawa. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Celakalah bagi orang yang
berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang
banyak jadi tertawa. Celakalah
baginya dan celakalah". (HR. Ahmad dan dinilai
hasan oleh Al-Albani).
▪
Hendaknya
percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah
seorang di antara manusia.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah seorang di antara
kamu mengambil barang temannya apakah itu
hanya canda atau sungguh-sungguh;
dan jika ia telah mengambil tongkat
temannya, maka ia harus
mengembalikannya kepadanya". (HR. Ahmad dan
Abu Daud; dinilai hasan oleh
Al-Albani).
▪
Bercanda
tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau
terhadap orang yang tidak bisa
bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau
terhadap perempuan yang bukan
mahrammu.
▪
Hendaknya
anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan
jatuhlah wibawamu dan akibatnya
kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.
c) Etika
Bergaul dengan orang lain
▪
Hormati
perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka
cacat.
▪
Jaga
dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka,
lalu pergaulilah mereka,
masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
▪
Mendudukkan
orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka
diberi hak dan dihargai.
▪
Perhatikanlah
mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah
keadaan mereka.
▪
Bersikap
tawadhu'lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau
takabbur dan bersikap angkuh
terhadap mereka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Tidak akan masuk jannah (surga) barang siapa
di dalam hatinya terdapat
setitik
kesombongan. Ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya orang itu
menyukai
pakaian yang bagus, sandal yang bagus.” Maka Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya
Allah itu indah menyukai keindahan, sombong itu adalah
menolak
kebenaran dan merendahkan orang lain.”
▪
Bermuka
manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah
kepada mereka sesuai dengan
kemampuan akal mereka.
▪
Berbaik
sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
▪
Mema`afkan
kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya,
dan tahanlah rasa benci terhadap
mereka.
▪
Dengarkanlah
pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan bantahmembantah
dengan mereka.
d) Etika
Bertamu
(1) Untuk orang
yang mengundang:
▪
Hendaknya
mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Janganlah kamu
bersahabat kecuali dengan seorang
mu`min, dan jangan memakan
makananmu kecuali orang yang
bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
▪
Jangan
hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan
mengabaikan orang-orang fakir.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Seburuk-buruk makanan
adalah makanan pengantinan (walimah),
karena yang diundang hanya
orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.”
(Muttafaq’ alaih).
▪
Undangan
jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoyafoya,
akan tetapi niat untuk mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam dan membahagiakan
teman-teman sahabat. Tidak memaksa-maksakan
diri untuk mengundang tamu. Di
dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia
menuturkan: “Pada suatu ketika
kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami
dilarang memaksa diri” (membuat
diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
▪
Jangan
anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
▪
Jangan
kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah
kegembiraan dengan kahadirannya,
bermuka manis dan berbicara ramah.
▪
Hendaklah
segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian
itu berarti menghormatinya.
▪
Jangan
tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu
selesai menikmati jamuan.
▪
Disunnatkan
mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan
penuh perhatian.
(2) Bagi tamu :
Allah
subhanahu wata’ala berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#qè=äzôs? $·?qãç/ uöxî öNà6Ï?qãç/ 4_®Lym (#qÝ¡ÎSù'tGó¡n@ (#qßJÏk=|¡è@ur #n?tã $ygÎ=÷dr& 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 öNä3ª=yès9 crã©.xs? ÇËÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian memasuki rumah-rumah
selain rumah kalian sebelum
meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagi kalian, agar kalian (selalu)
ingat.” (An Nuur: 27)
▪
Hendaknya
memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada
udzur, karena hadits Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan:
“Barangsiapa yang diundang kepada
walimah atau yang serupa, hendaklah ia
memenuhinya”. (HR. Muslim).
▪
Hendaknya
tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan
orang yang kaya, karena tidak
memenuhi undangan orang faqir itu merupakan
pukulan (cambuk) terhadap
perasaannya.
▪
Jangan
tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada
waktunya, karena hadits yang
bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa
Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda:”Barangsiapa yang
diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa,
maka hendaklah ia menghadirinya.
Jika ia suka makanlah dan jika tidak,
tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Jangan
terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang
punya rumah juga jangan
tergesa-gesa datang karena membuat yang punya
rumah kaget sebelum semuanya
siap.
▪
Bertamu
tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa
untuk tinggal lebih dari itu.
▪
Hendaknya
pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang
terjadi pada tuan rumah.
▪
Hendaknya
mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap
hidangannya. Dan di antara do`a
yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa
telah berbuka puasa padamu. dan
orang-orang yang baik telah memakan
makananmu dan para malaikan telah
bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud,
dishahihkan Al-Albani).
“Ya Allah, ampunilah mereka,
belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka
apa yang telah Engkau karunia-kan
kepada mereka. Ya Allah, berilah makan
orang yang telah memberi kami
makan, dan berilah minum orang yang
memberi kami minum”.
e) Etika
Buang Hajat
▪
Segera
membuang hajat.
▪
Apabila
seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera
melakukannya, karena hal tersebut
berguna bagi agamanya dan bagi
kesehatan jasmani.
▪
Menjauh
dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits
yang bersumber dari al-Mughirah
bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan "
Bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air
(hajat) maka beliau
menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
▪
Menghindari
tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan
tempat berteduh mereka. Sebab ada
hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu
'anhu yang menyatakan demikian.
▪
Tidak
mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu
supaya aurat tidak kelihatan. Di
dalam hadits yang bersumber dari Anas
Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam hendak membuang
hajatnya tidak mengangkat (meninggikan)
kainnya sehingga sudah dekat ke
tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi,
dinilai shahih oleh Albani).
▪
Tidak
membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena
terpaksa.
▪
Karena
tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran
dan hal-hal yang najis, dan di
situ setan berkumpul dan demi untuk
memelihara nama Allah dari
penghinaan dan tindakan meremehkannya.
▪
Dilarang
menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang
bersumber dari Abi Ayyub
Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa salam menyebutkan
bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu
telah tiba di tempat buang air,
maka janganlah kamu menghadap kiblat dan
jangan pula membelakanginya,
apakah itu untuk buang air kecil ataupun air
besar. Akan tetapi menghadaplah
ke arah timur atau ke arah barat".
(Muttafaq'alaih). Ketentuan di
atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
▪
Adapun
jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang
membatasi antara si pembuang
hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke
arah kiblat.
▪
Dilarang
kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang
bersumber dari Abu Hurairah
Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara
kamu buang air kecil di air yang
menggenang yang tidak mengalir kemudian ia
mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
▪
Makruh
mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber
dari Abi Qatadah Radhiallaahu
'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara
kamu memegang dzakar
(kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia
kencing, dan jangan pula bersuci
dari buang air dengan tangan kanannya."
(Muttafaq'alaih).
▪
Dianjurkan
kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada
dasarnya buang air kecil itu di
lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits
`Aisyah Radhiallaahu 'anha yang
berkata: “Siapa yang telah memberitakan
kepada kamu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil
berdiri, maka jangan kamu
percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam tidak pernah kencing
kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Etika, Moral dan Akhlak
▪
Sekalipun
demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat
badan dan pakaiannya aman dari
percikan air kencingnya dan aman dari
pandangan orang lain kepadanya.
Hal itu karena ada hadits yang bersumber
dari Hudzaifah, ia berkata:
"Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
sallam (di suatu perjalanan) dan
ketika sampai di tempat pembuangan sampah
suatu kaum beliau buang air kecil
sambil berdiri, maka akupun menjauh
daripadanya. Maka beliau
bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku
mendekati beliau hingga aku
berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap kedua
khuf-nya." (Muttafaq alaih).
▪
Makruh
berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang
bersumber dari Ibnu Umar
Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa
sesungguhnya ada seorang lelaki
lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam. sedang buang air kecil.
Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi),
namun beliau tidak menjawabnya.
(HR. Muslim).
▪
Makruh
bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan
disunnatkan bersuci dengan jumlah
ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari
Salman Al-Farisi Radhiallaahu
'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami
dilarang oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci)
dengan menggunakan kurang dari
tiga biji batu, atau beristinja dengan
menggunakan kotoran hewan atau
tulang. (HR. Muslim). Dan Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam juga bersabda:
" Barangsiapa yang bersuci menggunakan
batu (istijmar), maka hendaklah
diganjilkan”.
▪
Disunnatkan
masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan
kaki kanan berbarengan dengan
dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik
Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan
bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika
minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan
betina". Dan apabila keluar,
mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :
"Ghufraanaka"
(ampunan-Mu ya Allah).
▪
Mencuci
kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang
bersumber dari Abu Hurairah ra.
diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam menunaikan
hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air
yang berada pada sebejana kecil,
lalu menggosokkan tangannya ke tanah.
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
f) Etika Di
Jalan
▪
Berjalan
dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat
berjalan atau mengangkat kepala
karena sombong atau mengalihkan wajah
dari orang lain karena takabbur.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya:
"Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri".
(Luqman: 18).
▪
Memelihara
pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya: "Katakanlah kepada orang lakilaki
beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Yang Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat. Dan katakanlah
kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara
kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
▪
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang yang berkendaraan memberi salam
kepada yang berjalan kaki,
yang berjalan kaki memberi salam
kepada yang duduk, kelompok sedikit
memberi salam kepada kelompok
yang banyak.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim)
▪
Tidak
mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan
manusia, dan tidak buang air
besar atau kecil di situ atau di tempat yang
dijadikan tempat mereka bernaung.
▪
Menyingkirkan
gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga. Dari
Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwasanya
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ketika ada seseorang sedang
berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan
berduri di jalan tersebut, lalu
orang itu menyingkirkannya. Maka Allah
bersyukur kepadanya dan
mengampuni dosanya..." Di dalam suatu riwayat
disebutkan: maka Allah
memasukkannya ke surga". (Muttafaq'alaih).
▪
Menjawab
salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya
wajib, karena Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Ada lima
perkara wajib bagi seorang muslim
terhadap saudaranya- diantaranya:
menjawab salam". (Muttafaq
alaih).
▪
Beramar
ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim,
masing-masing sesuai
kemampuannya.
▪
Menunjukkan
orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada
orang yang membutuhkan dan
menegur orang yang berbuat keliru serta
membela orang yang teraniaya. Di
dalam hadits disebutkan: "Setiap
persendian manusia mempunyai
kewajiban sedekah...dan disebutkan
diantaranya: berbuat adil di
antara manusia adalah sedekah, menolong dan
membawanya di atas kendaraannya
adalah sedekah atau mengangkatkan
barang-barangnya ke atas
kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan
jalan adalah sedekah...."
(Muttafaq alaih).
▪
Perempuan
hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah
melihat campur baurnya laki-laki
dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda
kepada wanita: "Meminggirlah
kalian, kalain tidak layak memenuhi jalan,
hendaklah kalian menelusuri
pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih
oleh Al-Albani).
▪
Tidak
ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai
dengan pejalan kaki, melapangkan
jalan untuk orang lain dan memberikan
kesempatan kepada orang lain
untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam
tolong-menolong di dalam
kebajikan.
g) Etika
Jenazah dan Ta'ziah
▪
Segera
merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban
keluarganya dan sebagai rasa
belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu di dalam
haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: “Segeralah (di dalam mengurus)
jenazah, sebab jika amal-amalnya
shalih, maka kebaikanlah yang kamu berikan
kepadanya; dan jika sebaliknya,
maka keburukan-lah yang kamu lepaskan dari
pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
▪
Tidak
menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak merobekrobek
baju. Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Bukan golongan kami orang yang
memukul-mukul pipinya dan merobek-robek
bajunya, dan menyerukan kepada seruan
jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari).
▪
Disunatkan
mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersada: “Barangsiapa
yang menghadiri janazah hingga
menshalatkannya, maka baginya
(pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
yang menghadirinya hingga
dikuburkan maka baginya dua qirath”. Nabi
ditanya: “Apa yang disebut dua
qirath itu?”. Nabi menjawab: “Seperti dua
gunung yang sangat besar”.
(Muttafaq’alaih).
▪
Memuji
si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut kebaikankebaikannya
dan tidak mencoba untuk
menjelek-jelekkannya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda:”Janganlah kamu mencaci-maki orangorang
yang telah mati, karena mereka
telah sampai kepada apa yang telah
mereka perbuat”. (HR.
Al-Bukhari).
▪
Memohonkan
ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu pernah berkata:
“Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam apabila selesai mengubur
janazah, maka berdiri di atasnya dan
bersabda:”Mohonkan ampunan untuk
saudaramu ini, dan mintakan kepada
Allah agar ia diberi keteguhan,
karena dia sekarang akan ditanya”. (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh
Albani).
▪
Disunatkan
menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan untuk
mereka. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda: “Buatkanlah
makanan untuk keluarga Ja`far,
karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang
membuat mereka sibuk”. (HR. Abu
Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
▪
Disunnatkan
berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka
untuk tetap sabar, dan mengatakan
kepada mereka: “Sesungguhnya milik
Allahlah apa yang telah Dia ambil
dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan;
dan segala sesuatu disisi-Nya
sudah ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu
bersabar dan mengharap pahala
dari-Nya”. (Muttafaq’alaih).
h) Etika
Makan dan Minum
▪
Berupaya
untuk mencari makanan yang halal. Allah Shallallaahu alaihi wa
Sallam berfirman: “Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki
yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik
disini artinya adalah yang halal.
▪
Hendaklah
makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah, agar kamu
mendapat pahala dari makan dan
minummu itu.
▪
Hendaknya
mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan
begitu juga setelah makan untuk
menghilangkan bekas makanan yang ada di
tanganmu.
▪
Hendaklah
kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan
jangan sekali-kali mencelanya.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam
haditsnya menuturkan: “Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali
tidak pernah mencela makanan.
Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak,
maka ia tinggalkan”.
(Muttafaq’alaih).
▪
Hendaknya
jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda; “Aku tidak makan
sedangkan aku menyandar”. (HR.
al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu
Umar Radhiallaahu anhu
menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah melarang dua tempat makan,
yaitu duduk di meja tempat minum khamar
dan makan sambil menyungkur”.
(HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Tidak
makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan
perak. Di dalam hadits Hudzaifah
dinyatakan di antaranya bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: “... dan janganlah kamu minum
dengan menggunakan bejana terbuat
dari emas dan perak, dan jangan pula
kamu makan dengan piring yang
terbuat darinya, karena keduanya untuk
mereka (orang kafir) di dunia dan
untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).
▪
Hendaknya
memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan
diakhiri dengan Alhamdulillah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila seorang
diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
jika lupa menyebut nama Allah Subhanahu wa
Ta'ala pada awalnya maka
hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa
akhirihi”. (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun mengakhirinya
dengan Hamdalah, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah
sangat meridhai seorang hamba yang apabila
telah makan suatu makanan ia
memuji-Nya dan apabila minum minuman ia
pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
▪
Hendaknya
makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di
depanmu. Rasulllah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin
Salamah: “Wahai anak, sebutlah
nama Allah dan makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah apa yang di
depanmu. (Muttafaq’alaih).
▪
Disunnatkan
makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya.
Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik
dari ayahnya, ia menuturkan: “Adalah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam makan dengan tiga jari dan ia
menjilatinya sebelum
mengelapnya”. (HR. Muslim).
▪
Disunnatkan
mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang
kotor darinya lalu memakannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila suapan makan
seorang kamu jatuh hendaklah ia
mengambilnya dan membuang bagian
yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan
membiarkannya untuk syetan”. (HR.
Muslim).
▪
Tidak
meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits
Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang bernafas pada bejana
minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Tidak
berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk
yang dipenuhi oleh seseorang
daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang
beberapa suap saja untuk
menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa,
maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minu-mannya dan
sepertiga lagi untuk bernafas”.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Hendaknya
pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang
yang sedang makan, namun
seharusnya ia menundukkan pandangan matanya,
karena hal tersebut dapat
menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka
menjadi malu.
▪
Hendaknya
kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis
ada orang yang lebih berhak
memulai, baik kerena ia lebih tua atau
mempunyai kedudukan, karena hal
tersebut bertentangan dengan etika.
▪
Jangan
sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik,
seperti mengirapkan tangan di
bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu
kepada tempat makanan di saat
makan, atau berbicara dengan nada-nada
yang mengandung makna kotor dan
menjijik-kan.
▪
Jangan
minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas
beliau berkata, “Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir
bejana wadah air.” (HR. Al
Bukhari)
▪
Disunnatkan
minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits
Anas disebutkan “Bahwa
sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
melarang minum sambil berdiri”.
(HR. Muslim).
i)
Etika Memberi Salam
Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan:
“Yang lebih muda memberi salam
kepada yang lebih tua.”
▪
Makruh
memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam
hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku
pernah menjumpai Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata:
"Alaikas salam ya
Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan:
Alaikas salam". Di dalam
riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya
ucapan "alaikas salam"
itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati".
(HR. Abu Daud dan At-Turmudzi,
dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Dianjurkan
mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di
dalam hadits Anas disebutkan
bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
ia mengucapkan suatu kalimat, ia
mengulanginya tiga kali. “Dan apabila ia
datang kepada suatu kaum, ia memberi
salam kepada mereka tiga kali" (HR.
Al-Bukhari).
▪
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Engkau memberi makan orang miskin dan memberi
salam kepada orang yang
kau kenal maupun tidak kau
kenal.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
▪
Termasuk
sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam
kepada orang yang berjalan kaki,
dan orang yang berjalan kaki memberi salam
kepada orang yang duduk, orang
yang sedikit kepada yang banyak, dan orang
yang lebih muda kepada yang lebih
tua. Demikianlah disebutkan di dalam
hadits Abu Hurairah yang
muttafaq'alaih.
▪
Disunnatkan
keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya,
kecuali jika di sekitarnya ada
orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits
Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di
antaranya: "dan kami pun memerah susu
(binatang ternak) hingga setiap
orang dapat bagian minum dari kami, dan kami
sediakan bagian untuk Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata:
Maka Nabi pun datang di malam
hari dan memberikan salam yang tidak
membangunkan orang yang sedang
tidur, namun dapat didengar oleh orang
yang bangun".(HR. Muslim).
▪
Disunatkan
memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan
meninggalkannya. Karena hadits
menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu
sampai di suatu majlis hendaklah
memberikan salam. Dan apabila hendak
keluar, hendaklah memberikan
salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak
daripada yang kedua. (HR. Abu
Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
▪
Disunnatkan
memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu
kosong, karena Allah telah
berfirman yang artinya: " Dan apabila kamu akan
masuk ke suatu rumah, maka
ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar
Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang
akan masuk ke suatu rumah yang
tidak berpenghuni, maka hendaklah ia
mengucapkan : Assalamu `alaina wa
`ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di
dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan
disahihkan oleh Al-Albani).
▪
Dimakruhkan
memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat),
karena hadits Ibnu Umar
Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan
"Bahwasanya ada seseorang
yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam sedang buang
air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka
Nabi tidak menjawabnya".
(HR. Muslim)
▪
Disunnatkan
memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber
dari Anas Radhiallaahu 'anhu
menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
sekitar anak-anak ia memberi
salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang
dilakukan oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).
▪
Tidak
memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda :" Janganlah kalian terlebih dahulu
memberi salam kepada orang-orang
Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim).
Dan apabila mereka yang memberi
salam maka kita jawab dengan
mengucapkan "wa
`alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa sallam : "Apabila Ahlu
Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah:
wa
`alaikum".(Muttafaq'alaih).
▪
Disunnatkan
memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang
tidak kamu kenal. Di dalam hadits
Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu
disebutkan bahwasanya ada
seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam : "Islam
yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau
memberikan makanan dan memberi
salam kepada orang yang telah kamu
kenal dan yang belum kamu
kenal". (Muttafaq'alaih).
▪
Disunnatkan
menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang
lain dan kepada yang dititipinya.
Pada suatu ketika seorang lelaki datang
kepada Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya
ayahku menyampaikan salam
untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa`ala
abikas salam"
▪
Dilarang
memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena
sedang shalat atau bisu atau
karena orang yang akan diberi salam itu jauh
jaraknya. Di dalam hadits Jabir
bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan
bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah
kalian memberi salam seperti
orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena
sesungguhnya pemberian salam
mereka memakai isyarat dengan tangan".
(HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
▪
Disunnatkan
kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits
Rasulullah mengatakan:
"Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu
berjabat tangan, melainkan
diampuni dosa keduanya sebelum mereka
berpisah" (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
▪
Dianjurkan
tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat
tangan sebelum orang yang dijabat
tangani itu melepasnya. Hadits yang
bersumber dari Anas Radhiallaahu
'anhu menyebutkan: "Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila ia
diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka
Nabi tidak melepas tangannya
sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At-
Tirmidzi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
▪
Haram
hukumnya mengucapkan salam terlebih dahulu kepada orang kafir,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Janganlah kalian memulai (mengucapkan) salam
kepada orang-orang Yahudi
dan Nashara.” (HR. Muslim)
▪
Haram
hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi
penghormatan, karena hadits yang
bersumber dari Anas menyebutkan: Ada
seorang lelaki berkata: Wahai
Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami
berjumpa dengan temannya, apakah
ia harus membungkukkan tubuhnya
kepadanya? Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu
bertanya: Apakah ia merangkul dan
menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu
bertanya: Apakah ia berjabat
tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau.
(HR. At-Turmudzi dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
#sÎ)ur LäêÍhãm 7p¨ÅstFÎ/ (#qyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydrâ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. 4n?tã Èe@ä. >äóÓx« $·7Å¡ym ÇÑÏÈ
“Apabila kalian disapa dengan
suatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang
lebih baik, atau balaslah (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan
segala sesuatu.” (An Nisaa`:
86)
▪
Haram
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di
saat baiat, beliau bersabda:
"Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan
kaum wanita". (HR.Turmudzi
dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
j) Etika
Pergaulan Menurut Islam
“
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al
Hujurat<49>:13)
Pergaulan adalah satu cara
seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Bergaul dengan orang lain menjadi
satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan
bisa dikatakan wajib bagi setiap
manusia yang “masih hidup” di dunia ini.
Tiga kunci utama
dalam pergaulan, antara lain :
(1) Ta’aruf
Ta’aruf atau saling mengenal
menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk
bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita
dapat membedakan sifat, kesukuan,
agama, kegemaran, karakter, dan semua
ciri khas pada diri seseorang.
(2) Tafahum
Memahami, setelah kita mengenal
seseorang pastikan kita tahu juga semua
yang ia sukai dan yang ia benci.
Dengan memahami kita dapat memilih dan
memilah siapa yang harus menjadi
teman bergaul kita dan siapa yang harus
kita jauhi, karena mungkin
sifatnya jahat.”Bergaul dengan orang shalih ibarat
bergaul dengan penjual minyak
wangi, yang selalu memberi aroma yang
harum setiap kita bersama
dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat
ibarat bergaul dengan tukang
pandai besi yang akan memberikan bau asap
besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita
bergaul bersama dengan orang-orang shalih
akan banyak sedikit membawa kita
menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga
sebaliknya, ketika kita bergaul
dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan
membawa kepada keburukan perilaku
( akhlakul majmumah ).
(3) Ta’awun
Sikap ta’awun (saling menolong).
Islam sangat menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling menolong
dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW
telah mengatakan bahwa “Bukan
termasuk umatnya orang yang tidak peduli
dengan urusan umat Islam yang
lain”.
Al-Ma`idah ayat ke-2 :
Tolong menolonglah kalian di atas
kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah
kalian tolong menolong dalam dosa
dan permusuhan. Bertaqwa (takut)lah
kalian kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Keras adzab-Nya.”
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun
tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan
ikhlas karena Allah. Ikhlas harus
menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika
kita mengenal, memahami, dan
saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa
cinta dan benci karena Allah.
Karena cinta dan benci karena Allah akan
mendatangkan keridhaan Allah dan
seluruh makhluknya.
k) . Etika
Di Masjid
Berdo`a
di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu
anhu beliau menyebutkan: Adalah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
apabila ia keluar (rumah) pergi
shalat (di masjid) berdo`a : "Ya Allah,
jadikanlah cahaya di dalam
hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah
cahaya pada pendengaranku dan
cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah
cahaya dari belakangku, dan
cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari
atasku dan cahaya dari bawahku.
Ya Allah, anugerahilah aku cahaya".
(Muttafaq'alaih).
Berjalan
menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: "Apabila shalat telah diiqamatkan,
maka janganlah kamu datang
menujunya dengan berlari, tetapi datanglah
kepadanya dengan berjalan dan
memperhatikan ketenangan. Maka apa
(bagian shalat) yang kamu dapati
ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah.
(Muttafaq'alaih).
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Berdo`a
disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang masuk
masjid mendahulukan kaki kanan,
kemudian bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam
lalu mengucapkan:"(Ya Allah, bukakanlah bagiku
pintu-pintu rahmat-Mu)" Dan
bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu
bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca
do`a:"(Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon bagian dari karunia-Mu)". (HR.
Muslim).
Disunnatkan
melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara
kamu masuk masjid hendaklah
shalat dua raka`at sebelum duduk". (Muttafaq
alaih).
Dilarang
berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila kamu melihat orang
yang menjual atau membeli sesuatu
di dalam masjid, maka doakanlah
"Semoga Allah tidak memberi
keuntungan bagimu". Dan apabila kamu melihat
orang yang mengumumkan barang
hilang, maka do`akanlah "Semoga Allah
tidak mengembalikan barangmu yang
hilang". (HR. At-Turmudzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Dilarang
masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah
atau orang yang badannya berbau
tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang
merah atau bawang daun, maka
jangan sekali-kali mendekat ke masjid kami
ini, karena malaikat merasa
terganggu dari apa yang dengan-nya manusia
terganggu". (HR. Muslim).
Dan termasuk juga rokok dan bau lain yang tidak
sedap yang keluar dari badan atau
pakaian.
Dilarang
keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila
tukang adzan telah adzan, maka jangan ada
seorangpun yang keluar sebelum
shalat". (HR. Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Tidak
lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi orang
yang sholat menaroh batas di
depannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Kalau
sekiranya orang yang lewat di depan orang yang
sedang sholat itu mengetahui dosa
perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak
empat puluh itu lebih baik
baginya daripada lewat di depannya". (Muttafaq
alaih).
Tidak
menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah kamu
menjadikan masjid sebagai jalan, kecuali (sebagai
tempat) untuk berzikir dan
shalat". (HR. Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh Al-
Albani).
Tidak
menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu orang-orang
yang sedang shalat. Termasuk
perbuatan mengganggu orang shalat adalah
membiarkan Handphone anda dalam
keadaan aktif di saat shalat.
Hendaknya
wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke
masjid. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah
seorang di antara kamu (kaum
wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah
menyentuh farfum". (HR.
Muslim).
Orang
yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid. Allah
berfirman: "(Dan jangan pula
menghampiri masjid), sedang kamu dalam
keadaan junub, kecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi". (an-Nisa:
43).`Aisyah Radhiallaahu anha
meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda
kepadanya: "Ambilkan buat saya kain alas dari
masjid". Aisyah menjawab:
Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda:
"Sesungguhnya haidmu bukan
di tanganmu". (HR. Muslim).
l)
Etika Berbicara
Hendaknya
pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman yang
artinya:"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan
mereka, kecuali bisik-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah atau berbuat ma`ruf, atau
mengadakan perdamaian diantara
manusia". (An-Nisa: 114)”.
Hendaknya
pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras
dan tidak pula terlalu rendah,
ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua
orang dan tidak dibuat-buat atau
dipaksa-paksakan.
Jangan
membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya
seseorang adalah meninggalkan
sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan
Ibnu Majah).
Janganlah
kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah
Radhiallaahu 'anhu di dalam
hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang
yaitu apabila ia membicarakan
semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim)
Menghindari
perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di
fihak yang benar dan menjauhi
perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di
taman surga bagi siapa saja yang
menghindari bertikaian (perdebatan)
sekalipun ia benar; dan
(penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa
saja yang meninggalkan dusta
sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai
hasan oleh Al-Albani)
Tenang
dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu 'anha.
telah menuturkan:
"Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
membicarakan suatu pembicaraan,
sekiranya ada orang yang menghitungnya,
niscaya ia dapat
menghitungnya". (Mutta-faq'alaih).
Menghindari
perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Seorang mu'min
itu pencela atau pengutuk atau keji
pembicaraannya". (HR.
Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
Menghindari
sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di
dalam hadits Jabir Radhiallaahu
'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya
manusia yang paling aku benci dan
yang paling jauh dariku di hari Kiamat
kelak adalah orang yang banyak
bicara, orang yang berpura-pura fasih dan
orang-orang yang
mutafaihiqun". Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa
arti mutafaihiqun? Nabi menjawab:
"Orang-orang yang sombong". (HR. At-
Turmudzi, dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Menghindari
perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman
yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang
lain".(Al-Hujurat: 12).
Mendengarkan
pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya,
juga tidak menampakkan bahwa kamu
mengetahui apa yang dibicarakannya,
tidak menganggap rendah
pendapatnya atau mendustakannya.
Jangan
memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada
orang lain untuk berbicara.
Menghindari
perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan
dan tidak mencari-cari kesalahan
pembicaraan orang lain dan kekeliruannya,
karena hal tersebut dapat
mengundang kebencian, permusuhan dan
pertentangan.
Menghindari
sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang
yang berbicara. Allah Subhaanahu
wa Ta'ala berfirman yang artinya:
"Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan
kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olokan),
dan jangan pula wanita-wanita (mengolokolokan)
wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolokolokan)
lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokan)”. (Al-Hujurat: 11).
m) Etika
Berdo'a
Terlebih
dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada Allah kemudian
bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam pernah mendengar
seorang lelaki sedang berdo`a di dalam
shalatnya, namun ia tidak memuji
kepada Allah dan tidak bershalawat kepada
Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam maka Nabi bersabda kepadanya: "Kamu
telah tergesa-gesa wahai orang
yang sedang shalat. Apabila anda selesai
shalat, lalu kamu duduk, maka
memujilah kepada Allah dengan pujian yang
layak bagi-Nya, dan
bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo`alah". (HR. At-
Turmudzi, dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Mengakui
dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri) dan
merendahkan diri, khusyu', penuh
harapan dan rasa takut kepada Allah di saat
anda berdo`a. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera di dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan
yang baik dan mereka berdo`a kepada
Kami dengan harap dan cemas. Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu`
kepada Kami". (Al-Anbiya':
90).
Berwudhu'
sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangan
di saat berdo`a. Di dalam hadits
Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu
disebutkan bahwa setelah Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam selesai melakukan
perang Hunain :" Beliau
minta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua
tangannya; dan aku melihat putih
kulit ketiak beliau". (Muttafaq'alaih).
Benar-benar
(meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat tekad di dalam
memohon. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu
berdo`a kepada Allah, maka
bersungguh-sungguhlah di dalam berdo`a, dan
jangan ada seorang kamu yang
mengatakan :Jika Engkau menghendaki, maka
berilah aku", karena
sesungguhnya Allah itu tidak ada yang dapat
memaksanya". Dan di dalam
satu riwayat disebutkan: "Akan tetapi hendaknya
ia bersungguh-sungguh dalam
memohon dan membesarkan harapan, karena
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 1
Etika, Moral dan Akhlak
sesungguhnya Allah tidak merasa
berat karena sesuatu yang Dia berikan".
(Muttafaq'alaih).
Menghindari
do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan harta. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali kamu mendo`akan
buruk terhadap diri kamu dan juga
terhadap anak-anak kamu dan pula
terhadap harta kamu, karena
khawatir do`a kamu bertepatan dengan waktu
dimana Allah mengabulkan
do`amu". (HR. Muslim).
Merendahkan
suara di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Wahai sekalian
manusia, kasihanilah diri kamu, karena
sesungguhnya kamu tidak berdo`a
kepada yang tuli dan tidak pula ghaib,
sesungguhnya kamu berdo`a
(memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi
Maha Dekat dan Dia selalu
menyertai kamu". (HR. Al-Bukhari).
Berkonsentrasi
di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: "Berdo`alah kamu
kepada Allah sedangkan kamu dalam keadaan
yakin dikabulkan, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah tidak
mengabulkan do`a dari hati yang
lalai". (HR. At-Turmudzi dan dihasankan oleh
Al-Albani).
Tidak
memaksa bersajak di dalam berdo`a. Ibnu Abbas pernah berkata kepada
`Ikrimah: "Lihatlah sajak
dari do`amu, lalu hindarilah ia, karena sesungguhnya
aku memperhatikan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam dan para
shahabatnya tidak melakukan hal
tersebut".(HR. Al-Bukhari).
n) Etika
Membaca Al-qur'an
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Sebaiknya
orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan sudah berwudhu,
suci pakaiannya, badannya dan
tempatnya serta telah bergosok gigi.
Hendaknya
memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal
tersebut lebih dapat konsentrasi
dan jiwa lebih tenang.
Hendaknya
memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-dian basmalah pada
setiap awal surah selain selain
surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman yang artinya:
"Apabila kamu akan mem-baca al-Qur'an, maka
memohon perlindungan-lah kamu
kepada Allah dari godaan syetan yang
terkutuk". (An-Nahl: 98).
Hendaknya
selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan
huruf sesuai dengan makhrajnya
serta membacanya dengan tartil (perlahanlahan).
Allah berfirman yang Subhanahu wa
Ta'ala artinya: "Dan Bacalah Al-
Qur'an itu dengan
perlahan-lahan". (Al-Muzzammil: 4).
Disunnatkan
memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat
membacanya. Anas bin Malik
Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana
bacaan Nabi Shallallaahu alaihi
wa Sallam (terhadap Al-Qur'an? Anas
menjawab: "Bacaannya panjang
(mad), kemudian Nabi membaca
"Bismillahirrahmanirrahim"
sambil memanjangkan Bismillahi, dan
memanjangkan bacaan ar-rahmani
dan memanjangkan bacaan ar-rahim". (HR.
Al-Bukhari). Dan Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda: "Hiasilah
suara kalian dengan
Al-Qur'an". (HR. Abu Daud, dan dishahih-kan oleh Al-
Albani).
Hendaknya
membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang
terkandung pada ayat-ayat yang
dibaca, berinteraksi dengannya, sambil
memohon surga kepada Allah bila
terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung
kepada Allah dari neraka bila
terbaca ayat-ayat neraka. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman yang artinya:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran." (Shad:
29). Dan di dalam hadits
Hudzaifah ia menuturkan: "......Apabila Nabi terbaca
ayat yang mengandung makna
bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan
apabila terbaca ayat yang
mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan
apabila terbaca ayat yang
bermakna meminta perlindungan (kepada Allah)
beliau memohon
perlindungan". (HR. Muslim). Allah berfirman yang artinya:
“Hendaknya mendengarkan bacaan
Al-Qur'an dengan baik dan diam, tidak
berbicara”. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan apabila Al-
Qur'an dibacakan, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu men-dapat
rahmat". (Al-A`raf: 204).
Hendaklah
selalu menjaga al-Qur'an dan tekun membacanya dan
mempelajarinya (bertadarus)
hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
"Peliharalah Al-Qur'an baik-baik, karena demi Tuhan yang
diriku berada di tangan-Nya, ia
benar-benar lebih liar (mudah lepas) dari pada
unta yang terikat di tali
kendalinya". (HR. Al-Bukhari).
Hendaknya
tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci. Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah
berfirman yang artinya: "Tidak akan menyentuhnya
kecuali orang-orang yang
disucikan". (Al-Waqi`ah: 79).
Boleh
bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur'an dengan tidak menyentuh
mushafnya menurut salah satu
pendapat ulama yang lebih kuat, karena tidak
ada hadits shahih dari Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang
hal tersebut.
Disunnatkan
menyaringkan bacaan Al-Qur'an selagi tidak ada unsur yang
negatif, seperti riya atau yang
serupa dengannya, atau dapat mengganggu
orang yang sedang shalat, atau
orang lain yang juga membaca Al-Qur'an.
Termasuk
sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila salah seorang
kamu bangun di malam hari, lalu
lisannya merasa sulit untuk membaca Al-
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
Qur'an hingga tidak menyadari apa
yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring
(tidur)". (HR. Muslim).
Secara kebahasaan perkataan moral
berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari
perkataan mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan
batas-batas suatu perbuatan,
kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik,
buruk,layak atau tidak
layak,patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga
sebagai:
1. prinsip hidup yang berkenaan
dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami
perbedaan benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tentang
tingkah laku yang baik.
Moral ialah tingkah laku yang
telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah
ditentukan oleh etika sama ada
baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbagi
menjadi dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang
dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang
dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Moral juga diartikan sebagai
ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya
(Purwadarminto, 1956 : 957). Dalam moral didiatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan
perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik
dan perlu dihindari. Moral
berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang baik dan perbuatan
yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku.
Moral dapat diukur secara
subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan
ukuran yang subyektif, adapun
norma memberikan ukuran yang obyektif.
Penerapan Etika, Moral dan Akhlak
dalam Kehidupan 2
Etika, Moral dan Akhlak
(Hardiwardoyo,1990). Apabila hati
nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka
norma akan membantu mencari
kebaikan moral.
Kemoralan merupakan sesuatu yang
berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang
diwujudkan di luar kawalan
individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahawa manusia
bergantung kepada tatasusila, adat,
kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu
menilai tingkahlaku seseorang.
Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau
sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki
individu atau kelompok mengenai
apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral.
Moralitas dapat berasal dari
sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau
gabungan dari beberapa sumber.
Standar moral ialah standar yang
berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai
konsekuensi serius, didasarkan
pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan,
melebihi kepentingan sendiri,
tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan
perasaan
bersalah, malu, menyesal, dan lain-lain
Berbicara
tentang akhlak berarti berbicara tentang konsep al-Husn dan al- Qubn . menurut
Mutazilah al-Husn adalah sesuatu yang menurut akal bernilai baik dan sesuatu
yang menurut akal bernilai buruk. Bagi mu’tazilah baik dan buruk itu adalah
ukuranya adalah akal manusia. Berbeda dengan mu’tazilah al sunnah berpendapat
bahwa yang dapat menentukan baik dan buruk bukan akal tetapi wahyu. Oleh
karenanya al sunnah berpendapat bahwa al-Husn adalah sesuatu yang menurut
al-Qur’an dan al-Sunnah adalah baik dan al-Qubh adalah yang menurut al-Qur’an dan al-Sunnah ada.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila
aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau
dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam
telah dilaksanakan berdasarkan aqidah
Secara rinci kajian akhlak itu meliputi:
Secara rinci kajian akhlak itu meliputi:
Pengertian baik dan buruk
Menerangkan apa yang harus dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainya .
Menjelaskan yang seharusnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat
Menurut Ibnu Miskawih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan- perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran terlebih dahulu.
Sejalan dengan apa yang ungkapkan Ibnu Miskawih,al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan fikiran.
Menurut Ibn Arabi, hati manusia bisa jelek dan rusak juga bisa baik dan suci adalah faktor diri . di dalam diri manusia ada tiga nafsu :
1.Nafsu syahwaniyah (nafsu ini ada pada manusia dan ada pada hewan)
Nafsu syahwaniyah adalah nafsu yang cenderung pada kelezatan misal makanan,minuman dan syahwat jasmaniyah misal bersenang-senang dengan perempuan. Kalau nafsu Ini tidak dikendalikan maka manusia tidak ada bedanya dengan binatang.
2.Nafsu al-Ghadabyyah (nafsu ini
ada pada manusia dan ada pada hewan)
Nafsu al-Ghadabiyyah yaitu nafsu yang cenderung kepada marah, merusak ambisi, dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih kuat dan berbahaya ketimbang nafsu syahwaniyah bagi pemiliknya jika terkendalikan. Ia cenderung kepada pemarah sangat hiqdu (dengki),tergesa tidak tenang cepat bertindak untuk menaklukkan musuhnya tanpa pertimbangn matang dan rasional.
3..Nafsu al-Nathiqah
Nafsu ini yaitu nafsu yang membedakan antara manusia dan binatang . nafsu yang dengan nafsu ini manusia mampu berzikir mengambil hikmah memahami fenomena alam.dan dengan nafsu ini manusia menjadi agung, besar cita- citanya kagum terhadap dirinya sehingga bersyukur kepada tuhannya.
Nafsu al-Ghadabiyyah yaitu nafsu yang cenderung kepada marah, merusak ambisi, dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih kuat dan berbahaya ketimbang nafsu syahwaniyah bagi pemiliknya jika terkendalikan. Ia cenderung kepada pemarah sangat hiqdu (dengki),tergesa tidak tenang cepat bertindak untuk menaklukkan musuhnya tanpa pertimbangn matang dan rasional.
3..Nafsu al-Nathiqah
Nafsu ini yaitu nafsu yang membedakan antara manusia dan binatang . nafsu yang dengan nafsu ini manusia mampu berzikir mengambil hikmah memahami fenomena alam.dan dengan nafsu ini manusia menjadi agung, besar cita- citanya kagum terhadap dirinya sehingga bersyukur kepada tuhannya.
1.Akhlak
kepada Allah,
2.Sesama
manusia,
1.
Akhlak kepada Allah
1)
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya
sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan
terhadap perintah Allah.
2)
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah
melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
3)
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti
ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan
manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu.
Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus
kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi
tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap
muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima
keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang
sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah.
4)
Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu
hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
5)
Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa
dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak
layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain,
dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
2.
Akhlak kepada sesama manusia
a)
Akhlak kepada diri sendiri
1)
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
2)
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan
syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat
Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3)
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya,
orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa,
menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain
.b)
Akhlak kepada ibu bapak
Akhlak kepada
ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara
lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan
cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan
beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.
c) Akhlak kepada
keluarga
Akhlak terhadap
keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang
diungkapkan dalam bentuk komuniksai.
Komunikasi yang
didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota
keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan
anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir
kepercayaan orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi
muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga.
Dari
komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan
keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara
mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi
betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga
bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan
dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai
landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya
Betapa penting kedudukan akhlak dalam islam. Al-quran bukan hanya memuat ayat-ayat yang spesific berbicara masalah akhlak ,malah setiap ayat yang berbicara mengenai hukum sekalipun.
Betapa penting kedudukan akhlak dalam islam. Al-quran bukan hanya memuat ayat-ayat yang spesific berbicara masalah akhlak ,malah setiap ayat yang berbicara mengenai hukum sekalipun.
Salah
satu ayat mengenai akhlak terdapat dalam QS 2 (al- baqarah) :197
:
tø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎg`Ïù ¢kptø:$# xxsù y]sùu xwur aqÝ¡èù xwur tA#y0Å_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? `ÏB 9}öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3 (#rß`¨rt s?ur cÎ*sù u}öyz Ï`#¨ 9$# 3 uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
tø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎg`Ïù ¢kptø:$# xxsù y]sùu xwur aqÝ¡èù xwur tA#y0Å_ Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? `ÏB 9}öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3 (#rß`¨rt s?ur cÎ*sù u}öyz Ï`#¨ 9$# 3 uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur Í<'ré'¯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
Artinya
“ haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan
niatya pada bulan itu akan mengerjakan haji maka tidak boleh rafats berbuat
fasik danberbantah-bantahan dimassa dalam mengerjakan haji”
D. Hubungan Antara Tasauf
Dengan Akhlak
Tasauf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Allah) dengan cara mensucikan diri (tafsiat al-qalbi). Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah dapat melihat tuhan (al-ma’rifah). Dalam tasauf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh hati yang suci.
Tasauf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Allah) dengan cara mensucikan diri (tafsiat al-qalbi). Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah dapat melihat tuhan (al-ma’rifah). Dalam tasauf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh hati yang suci.
Menurut
Zun-Nun al- Misri,ada tiga macam pengetahuan tentang Tuhan:
a)Pengtetahuan awam:Tuhan satu dengan perantara ucapan syahadat
b)Pengetahuan ulama: tuhan satu menurut logika akal
c)Pengetahuan kaum sufi: tuhan satu dengan perantara hati sanubari.
a)Pengtetahuan awam:Tuhan satu dengan perantara ucapan syahadat
b)Pengetahuan ulama: tuhan satu menurut logika akal
c)Pengetahuan kaum sufi: tuhan satu dengan perantara hati sanubari.
Pengetahuan
yang disebut pertama dan kedua menurut harun nasution,belum merupakan
pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya masih disebut ilmu pengetahuan dalam
arti ketiga lah yang merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan (ma’rifah).
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah. Perhatikan akhlak menurut ilmu tasauf ,harus berawal dan pensucian hati. Persoalan yang mengemuka kemudian adalah bagaimana cara mensucikan hati dalam tasawuf ? Metode tash fiat al-qalb”,dalam pendapat para suci adalah dengan ijtinab al-Manhiyyah (menjauhi larangan tuhan adaa al wajibul) (melaksanakan kewajiban-kewajiban tuhan,adaa al-naafilat (melakukan hal-hal yang disunahkan),dan al-riyadhah. “riyadhah”artinya latihan spiritual sebagai yang diajarkan oleh Rasululah sebab yang mengotori hati manusia adalah kemaksiatan-kemaksiatan yang diperbuat manusia akibat ia lengah dan bujukan nafsu dan godaan setan. Kemaksiatan dapat mengakibatkan hati manusia kotor,kelam dan berkarat sehingga hati tidak berfungsi malah dapat mati.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah. Perhatikan akhlak menurut ilmu tasauf ,harus berawal dan pensucian hati. Persoalan yang mengemuka kemudian adalah bagaimana cara mensucikan hati dalam tasawuf ? Metode tash fiat al-qalb”,dalam pendapat para suci adalah dengan ijtinab al-Manhiyyah (menjauhi larangan tuhan adaa al wajibul) (melaksanakan kewajiban-kewajiban tuhan,adaa al-naafilat (melakukan hal-hal yang disunahkan),dan al-riyadhah. “riyadhah”artinya latihan spiritual sebagai yang diajarkan oleh Rasululah sebab yang mengotori hati manusia adalah kemaksiatan-kemaksiatan yang diperbuat manusia akibat ia lengah dan bujukan nafsu dan godaan setan. Kemaksiatan dapat mengakibatkan hati manusia kotor,kelam dan berkarat sehingga hati tidak berfungsi malah dapat mati.
Kata
para sufi,keadaan hati itu ada tiga macam.
Pertama
hati yang mati yaitu hatinya orang kafir,kedua hatinya yang hidup yaitu hatinya
orang beriman dan ketiga hati yang kadang-kadang hidup dan kadang-kadang mati
itulah hati orang-orang fasik dan “munafiq” yang harus diperjuangkan adalah
bagaimana cara memperoleh “istiqamah” dalam kehidupannya dan bagaimana cara
memperoleh “istiqamah” dalam hati. Hal ini pun bagian dan bahasan ilmu tasawuf.
Berbicara tujuan ilmu akhlak berarti berbicara tujuan islam itu sendiri. Sebab pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran islam secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak,tidaklah cukup iman seseorang hanya dalam bentuk pengakuan apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud dengan akhlak. Tujuan yang hendak dicapai dengan ilmu akhlak adalah kesejahteraan hidup manusia didunia dan kebahagiaan hidup diakhirat.
Indikator manusia berakhlak (husn al-khulq). Kata al-Ghazali,adalah tertanamnya iman dalam hatinya. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’al-khuluq) adalah manusia yang ada”Nifaq” didalam hatinya”Nifaq”artinya sikap mendua terhadap Tuhan. Tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Iman bagaikan akar bagi sebuah tumbuhan. Sebuah pohon tidak akan tumbuh pada akar yang rusak dan kropos. Sebaliknya sebuah pohon akan baik tumbuhnya bahkan berbuah jika akarnya baik. Amal akan bermakna jika berpangkal pada Iman. Demikian juga amal juga tidak bermakna apabila amal tersebut berpangkal pada kemunafikan. Hati orang beriman itu bersih,didalamnya ada pelita yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan malah terbalik. Taat perintah Allah, juga tidak mengikuti keingian sahwat dapat mengliaukan hati sebaliknya melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati. Barang siapa melakukan dosa,hitamlah hatinya dan barang siapa melakukan dosa tetapi menghapusnya dengan kebaikan,tidak akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.
Berbicara tujuan ilmu akhlak berarti berbicara tujuan islam itu sendiri. Sebab pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran islam secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak,tidaklah cukup iman seseorang hanya dalam bentuk pengakuan apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud dengan akhlak. Tujuan yang hendak dicapai dengan ilmu akhlak adalah kesejahteraan hidup manusia didunia dan kebahagiaan hidup diakhirat.
Indikator manusia berakhlak (husn al-khulq). Kata al-Ghazali,adalah tertanamnya iman dalam hatinya. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’al-khuluq) adalah manusia yang ada”Nifaq” didalam hatinya”Nifaq”artinya sikap mendua terhadap Tuhan. Tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Iman bagaikan akar bagi sebuah tumbuhan. Sebuah pohon tidak akan tumbuh pada akar yang rusak dan kropos. Sebaliknya sebuah pohon akan baik tumbuhnya bahkan berbuah jika akarnya baik. Amal akan bermakna jika berpangkal pada Iman. Demikian juga amal juga tidak bermakna apabila amal tersebut berpangkal pada kemunafikan. Hati orang beriman itu bersih,didalamnya ada pelita yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan malah terbalik. Taat perintah Allah, juga tidak mengikuti keingian sahwat dapat mengliaukan hati sebaliknya melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati. Barang siapa melakukan dosa,hitamlah hatinya dan barang siapa melakukan dosa tetapi menghapusnya dengan kebaikan,tidak akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.
Dengan
mengutip beberapa ayat dan hadis,selanjutnya al-Ghazali mengemukakan
tanda-tanda manusia berakhlak uraianya sebagai berikut:
1.Manusia beriman adalah manusia yang khusu’ dalam shlatnya
2.Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faidahnya)
3.Selalu kembali kepada Allah
4.Mengabdi hanya kepada Allah
5.Selalu memuji dan mengagungkan Allah
6.Bergetar hatinya jika nama allah disebut-sebut
7.Berjalan dimuka bumi dengan “tawadhu” dan tidak sombong
8.Bersikap “arif” menghadapi orang-orang awam
9.Mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri
10.Menghormati tamu
11.Menghargai dan menghargai tetangga
12.Berbicara selalu baik,santun dan penuh makna
13.Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi persoalan
14.Tidak menyakiti orang lain baik dengan sikap maupun perbuatannya
1.Manusia beriman adalah manusia yang khusu’ dalam shlatnya
2.Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faidahnya)
3.Selalu kembali kepada Allah
4.Mengabdi hanya kepada Allah
5.Selalu memuji dan mengagungkan Allah
6.Bergetar hatinya jika nama allah disebut-sebut
7.Berjalan dimuka bumi dengan “tawadhu” dan tidak sombong
8.Bersikap “arif” menghadapi orang-orang awam
9.Mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri
10.Menghormati tamu
11.Menghargai dan menghargai tetangga
12.Berbicara selalu baik,santun dan penuh makna
13.Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi persoalan
14.Tidak menyakiti orang lain baik dengan sikap maupun perbuatannya
Dalam
akhlak,keutamaan tidaklah cukup dengan hanya mengetahuinya apakah “keutamaan
itu”,tetapi harus ditambahkan dengan melatihnya dan terus menerus mengerjakanya
atau mencari jalan lain untuk menjadi orang-orang memiliki keutamaan dan
kebaikan (ahl al-fadl wa alkhair). Secara singkat al-Ghazali menyebutkan bahwa
untuk mencapai akhlak yang baik,ada tiga cara,pertama,akhlak yang merupakan
anugerah dan kasih sayang Allah yakni orang yang memiliki akhlak yang baik
secara alamiah (bi al-thabi’ah wa al-fitrah),sebagai sesuatu yang diberikan
allah kepada sejak ia dilahirkan. Kedua dengan “mujahadah” (menahan diri) dan
ketiga dengan “riyadhah” melatih diri secara spiritual dan bentuk “riyadhah
“yang disepakati para sufi,sebagai telah dijelaskan antara lain ialah dengan
“dwam al-zikr”.
Upaya mengubah kebiasaan yang buruk,menurut Ahmad Amin sebagai yang dikutip ishak solih adalah dengan hal-hal sebagai berikut:
1.Menyadari perbuatan buruk,bertekad untuk meninggalkanya
2.Mencari waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk mewujudkan niat atau tekad semula;
3.Menghidarkan diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk itu terulang
4.Berusaha untuk tetap berada dalam keadan yang baik
5.Menghidarkan diri dari kebiasan yang buruk dan meninggalkannya dengan sekaligus
6.Menjaga dan memelihara baik-baik kekuatan penolak dalam jiwa,yaitu kekuatan penolak terhadap perbuatan yang buruk perbuatan baik dipelihara dengan istiqomah,iklas dan tenang
7.Memilih teman bergaul yangbaik sebab pengaruh kawan itu besar sekali terhadap pembentukan watak pribadi
8.Menyibukan diri dengan pekerjaan yang bermanfaat
Upaya mengubah kebiasaan yang buruk,menurut Ahmad Amin sebagai yang dikutip ishak solih adalah dengan hal-hal sebagai berikut:
1.Menyadari perbuatan buruk,bertekad untuk meninggalkanya
2.Mencari waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk mewujudkan niat atau tekad semula;
3.Menghidarkan diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk itu terulang
4.Berusaha untuk tetap berada dalam keadan yang baik
5.Menghidarkan diri dari kebiasan yang buruk dan meninggalkannya dengan sekaligus
6.Menjaga dan memelihara baik-baik kekuatan penolak dalam jiwa,yaitu kekuatan penolak terhadap perbuatan yang buruk perbuatan baik dipelihara dengan istiqomah,iklas dan tenang
7.Memilih teman bergaul yangbaik sebab pengaruh kawan itu besar sekali terhadap pembentukan watak pribadi
8.Menyibukan diri dengan pekerjaan yang bermanfaat
Secara
substansial akhlak,etika,dan moral adalah sama yaitu ajaran tentang baik dan
buruk berkaitan dengan sikap hidup manusia. Yang membedakan satu dengan yang
lainnya adalah kebenarannya. Akhlak bersumberkan al-Quran dan
al-Sunnah,sementara Etika bersumberkan akal karena ia bagian bagian dari
filsafat. Sedangkan moral bersumberkan adat istiadat (tradisi) yang berlaku
dimasyarakat. Etika lebih bersikap teoritis,moral bersikap praktis,etika
bersifat umum. Sedangkan moral lebih bersifat lokal dan khusus. Akhlak bersifat
universal dan komprehensif mencakup aspek lahir dan bathin
Perbedaan
antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau
standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan
adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat
menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan
demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak
merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang
baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya
Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).
Secara
substansial akhlak,etika,dan moral adalah sama yaitu ajaran tentang baik dan
buruk berkaitan dengan sikap hidup manusia. Yang membedakan satu dengan yang
lainnya adalah kebenarannya. Akhlak bersumberkan al-Quran dan
al-Sunnah,sementara Etika bersumberkan akal karena ia bagian bagian dari
filsafat. Sedangkan moral bersumberkan adat istiadat (tradisi) yang berlaku
dimasyarakat. Etika lebih bersikap teoritis,moral bersikap praktis,etika
bersifat umum. Sedangkan moral lebih bersifat lokal dan khusus. Akhlak bersifat
universal dan komprehensif mencakup aspek lahir dan bathin.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara Zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan,keteladanan,pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaiman cara mensudikan hati,(tash fiat al qalb),agar setelah hatinya suci yang muncul dan perilakunya adalah akhlak al Karimah.
setelah adanya makalah yang mengenai
etika,moral dan akhlak. Maka kita tidak seharusnya hanya bisa secara konsep
melainkan dengan kita lakukan menerapkan etika,moral dan akhlak dalamkehidupan.
Hukum
Islam Pengatur Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Indonesia. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.1999
Acep Djuzuli.Fiqih Siasah.Bandung.Sussana Gunung Djati Pers.1990
Al-Attas,M Al-Nuqaib.Islam And Secularism.Kuala Lumpur:Abin 1978
Acep Djuzuli.Fiqih Siasah.Bandung.Sussana Gunung Djati Pers.1990
Al-Attas,M Al-Nuqaib.Islam And Secularism.Kuala Lumpur:Abin 1978
1. Fakhry, Majid, Etika Dalam
Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
2. Sinaga, Hasanudin dan
Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo
Persada, 2004
3. Yaqub, Hamzah. Etika Islam.
Bandung : CV Diponegoro, 1988
(artikel ini disadur dari
persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)
4. Ghoni Asykur, Abdul. Kumpulan
Hadits-Hadits Pilihan Bukhori Muslim. Bandung :
Husaini Bandung, 1992
5. Darsono, T. Ibrahim. Membangun
Akidah dan Akhlak, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2008
6. Yazid. Kedudukan As Sunah
dalam Syariat Islam Cet III, Bogor : Pustaka At Takwa,
2009
Sumber Website :
1. http://grms.multiply.c
om/journal/item/26
2. www.shiar-islam.com
3.
http://mubarok-institute.blogspot.com
sipppp...
BalasHapus